Rezim pencitraan yang dilakukan oleh pemerintah dinilai oleh Romo Benny tidak akan menjadi senjata untuk mengubah moral rakyat untuk bertindak kritis. Karena pencitraan tersebut menurutnya akan dapat dikalahkan oleh peran publik melalui opini-opini.
“Rezim yang penuh pencitraan ini tidak akan mampu lawan dengan tindakan-tindakan moralitas saja. Rezim ini harus dilawan oleh opini-opini publik!” tegasnya, kemarin, 21/02/2016, di PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat.
Tokoh agama katolik ini juga menyarankan, misalnya di dalam keinginan untuk mengubah UU KPK, masyarakat harus benar-benar membaca tiap-tiap poinnya. Di sana, baginya jelas melemahkan lembaga antirasuah tersebut. “Baca baik-baik. Revisi itu jelas-jelas melemahkan KPK,” katanya lagi.
Bahkan ia menantang Ketua KPK untuk mengundurkan diri jika UU tersebut berhasil direvisi, termasuk para karyawan-karyawannya. Agus pun yang hadir di PP Muhammadiyah sontak menyepakatinya. “Saya siap mengundurkan diri jika memang revisi ini terjadi. Saya orang pertama yang melakukannya," jawabnya.
Sebab menurut Benny, adanya keinginan kuat merevisi UU ini, ada orang yang begitu banyak memainkannya. Bahkan para perilaku mereka ini telah memiliki amunisi banyak untuk mengganti-ganti pemain.
“Kita harus hati-hati. Ada permainan dari ribuan wajah-wajah, yang kesemuanya mendukung revisi ini dilakukan,” ungkapnya.
Rakyat Terjebak Pencitraan Jokowi
Pengamat Politik dari LIPI, Siti Zuhro mengaku rakyat dan media di Indonesia nampaknya sudah muak dengan pencitraan. Hanya faktanya rakyat Indonesia terjebak lagi dalam pencintraan Jokowi saat ini.
”Masyarakat kan selalu mengkritik SBY karena selalu melakukan politik pencitraan. Lha kok ini mau memiliki Jokowi yang menerapkan ilmu yang sama dengan SBY. Kalau tidak suka dengan gaya politik pencitraan, maka seharusnya kita anti dengan gaya politik ini. Kok ini seperti mengulang,” tutur Siti kepada wartawan di Jakarta, Selasa (18/3).

Sejak awal Siti mengaku sudah melihat bahwa Jokowi memang berniat untuk menjadi presiden dengan menggunakan pilkada DKI Jakarta sebagai batu loncatan dan barometer langkah selanjutnya.
”Jokowi sudah mempersiapkan diri menjadi capres itu sejak kedatangannya ke Jakarta dengan mobil Esemkanya dan didukung oleh tim media sosial profesional dari Politicalwave. Ada Didi dan Sony di belakang tim media sosial. Dia menang di DKI dan itu membuatnya makin PD,” tegasnya.

Menurut Siti, saat ini dirinya melihat dukungan media juga sudah mulai turun meski agak terlambat. Medialah yang selama ini mengubah opini masyarakat, tapi sekarang media malah mempertanyakan niat Jokowi ini.
Pencitraan Jokowi Harapan Palsu
Direktur Eksekutif Media Literacy Circle UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Iswandi Syahputra, mengatakan Jokowi selama ini hanya mengandalkan pencitraan melalui berbagai kegiatan yang diliput media.
Iswandi menilai, blusukan Jokowi hanya jadi ajang pencitraan. Datang hanya untuk salaman, photo-photo, basa-basi sebentar kemudian masuk televisi. Komunikasi yang dilakukan terlihat tulus dan empati tetapi kering karena publik membaca ada motif lain yang tersembunyi. Iswandi pun membandingkan dengan cara blusukan Soekarno.

"Rakyat sepertinya masih bingung dengan Jokowi. Dalam sejarah, Soekarno itu juga suka blusukan, tapi saat bertemu dengan rakyat Soekarno mampu memberi harapan karena menyampaikan visinya tentang Indonesia merdeka," terang Iswandi, Kamis (10/4).
"Sepertinya PDIP sendiri terkena candu Jokowi , sehingga lupa untuk memperbaiki atau menutupi kelemahan Jokowi" papar penulis buku Rezim Media tersebut.
Iswandi menilai selain tidak cakap melakukan komunikasi dengan rakyat, Jokowi juga kurang piawai melakukan komunikasi dengan stakeholders politik lainnya.

"Pada sistem demokrasi multipartai ini berkomunikasi dengan partai politik lainnya juga tidak kalah penting. Ini tidak bisa diwakilkan oleh ketua umum partai.
Jokowi harus melakukannya sendiri agar rakyat percaya Jokowi tidak berada di bawah bayang-bayang Megawati," terang doktor kajian media UGM tersebut.
sumber: http://gerhanaindonesia.blogspot.co.id/2016/02/pakar-jurus-pencitraan-jokowi-harus.html
loading...